9G18 LIA KHIKMATUL MAULA
Keputusan Mahkamah Konstitusi membubarkan sekolah bertaraf internasional dan rintisan sekolah bertaraf internasional pada selasa, (8/1/2013). Hal ini merupakan dampak dari dikabulkannya uji materi terhadap Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur pembentukan sekolah bertaraf internasional bertentangan dengan konstitusi dan UUD 1945. Putusan MK tentang pembubaran RSBI ini, tentu menimbulkan pertanyaan, setelah RSBI dibubarkan, apa lagi yang akan menerpa dunia pendidikan di negeri ini?
Bangsa yang besar tidak dapat dipisahkan dari kualitas dan mutu dunia pendidikannya. Setidaknya ini satu landasan berpikir Pemerintah Indonesia untuk terus berupaya mencari formulasi yang tepat terhadap sistem pendidikan nasional. Terlepas dari pro kontra keputusan MK yang membubarkan RSBI/SBI atau pendapat yang mendukung penerapannya, masyarakat tetap berharap pemerintah harus mampu menciptakan pendidikan berkualitas untuk semua anak bangsa tanpa pandang bulu. Padahal, sesuai UU 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan mengubah nama sekolah menengah atas RSBI di daerah itu menjadi sekolah unggulan. Di Bantul ada empat sekolah RSBI yakni SMAN 1 Bantul, SMAN 1 Kasihan, SMKN 1 Sabdodadi dan SMKN 2 Kasihan. Sekolah ini nantinya dibenahi dengan nama bukan RSBI tetapi sekolah unggulan sebagai sekolah percontohan bagi sekolah lain dari sisi kualitas, selain itu juga tetap memiliki kuota bagi siswa miskin sekitar 20 persen setiap sekolah. Sekolah unggulan tetap mempertahankan kualitas pendidikan, sekolah ini akan mengalami pembenahan terutama manajemen dan keuangan sehingga jauh dari kesan mahal dan ekslusif.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan RSBI. Dia dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sejak awal menolak RSBI karena rentan menyuburkan kesenjangan di antara kelas sosial-ekonomi di masyarakat. Kesenjangan ini, kata Ahok, terjadi karena hanya kelompok masyarakat mampu yang bisa membayar untuk menikmati sekolah berstandar internasional ini. Padahal RSBI mendapat kucuran dana tak sedikit dari pemerintah. Yang diperlukan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, menurutnya bukan RSBI.
Selain itu, Ahok juga membongkar sedikit rahasia, bahwa akan dibangun sekolah yang dapat menampung anak-anak dari keluarga tidak mampu. Biaya akan ditanggung semua. Sebelumnya, permohonan uji materil Pasal 50 ayat 3 Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diajukan oleh orangtua murid, Forum Serikat Guru Indonesia dan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak Desember 2011.
Kepala Sekolah SMA Bopkri 1, Kota Yogyakarta, Andar Rujito, mengaku senang Mahkamah Konstitusi mencabut dasar hukum RSBI. Dan Sejumlah ibu-ibu di Yogyakarta yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Untuk Pendidikan Berkeadilan menggelar acara tumpengan menyambut dibubarkannya status RSBI dan SBI oleh MK. Meski hanya beberapa orang, aksi tersebut diselenggarakan dengan sensasional karena berlangsung di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Kamis (10/1/2013).
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melawan putusan Mahkamah Konstitusi dan menyatakan tetap mempertahankan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional di kotanya. Risma mengatakan RSBI di Surabaya tidak dipungut biaya. Kalau pun ada yang meminta pungutan, itu dilakukan oleh oknum. RSBI di Surabaya juga memberlakukan kuota 5 persen untuk keluarga tidak mampu. Siswa dari keluarga tidak mampu juga mendapatkan seragam dan buku-buku pelajaran secara gratis. Wali Kota Malang, Peni Suparto menilai, putusan MK dinilai meresahkan masyarakat, dan para pengelola pendidikan di daerah, termasuk di Malang, Jawa Timur. Peni menambahkan, Pemerintah Kota Malang tidak akan menarik dana yang diberikan ke beberapa sekolah RSBI. Dana juga tidak akan dikembalikan ke wali murid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar