Rusak, 8.325 Hektar Terumbu Karang di Sulut
9I05 ANGGITA NURAMALIA
MANADO, KOMPAS.com - 8.325 hektar dari 18.439,75 hektar
terumbu karang di perairan laut Sulawesi Utara telah mengalami
kerusakan. Hal itu dipaparkan oleh Kepala Bidang KP3K Dinas Kelautan dan
Perikanan (DKP) Sulawesi Utara, Robert Senduk, Kamis (28/2/2013).
Senduk yang berbicara di hadapan peserta Workshop Penguatan Daerah Perlindungan Laut Menuju Pembangunan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Sulut, juga mengatakan bahwa ada 319 hektar kawasan mangrove yang rusak dan ada 537 hektar padang lamun yang juga ikut rusak.
Pemulihan kerusakan terumbu karang bisa diatasi melalui Daerah Pelindungan Laut (DPL) yang melibatkan masyarakat secara utuh. DPL atau Marine Sanctuary adalah suatu kawasan laut yang terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan bakau, yang dikelola dan dilindungi secara hukum.
"Kawasan ini dilindungi secara permanen dari berbagai kegiatan pemanfaatan, kecuali untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas seperti snorkle atau menyelam," ujar Sonny Tasidjawa dari Wildlife Conservation Society (WCS) yang merupakan salah satu yang memprakarsai workshop.
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu wilayah dimana pengelolaan DPL bebasis masyarakat telah berlangsung lama. Potensi pembangunan kawasan konservasi perairan daerah yang berasal dari DPL di wilayah ini diperkirakan dapat mencapai luasan indikasi sebesar 65.000 hektar.
"Luasan itu tersebar di Kabupaten Minahasa Utara dan Minahasa Tenggara," tambah Sonny.
Sementara itu, Yudi Herdiana dari WCS juga menjelaskan bahwa sesuai dengan target yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006 di depan sidang pertemuan Convention of Biological Diversity, Indonesia menargetkan pengembangan kawasan konservasi perairan seluas 10 juta hektar pada 2010.
"Dan pada tahun 2020 ditagerkan seluas 20 juta hektar. Saat ini sudah tercapai 15.5 juta hektar," tambah Yudi.
Pengelolaan DPL yang benar diharapkan akan membantu percepatan pencapaian 20 juta hektar kawasan koservasi perairan tersebut, sehingga upaya penyelamatan kerusakan terumbu karang bisa segera teratasi.
Senduk yang berbicara di hadapan peserta Workshop Penguatan Daerah Perlindungan Laut Menuju Pembangunan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Sulut, juga mengatakan bahwa ada 319 hektar kawasan mangrove yang rusak dan ada 537 hektar padang lamun yang juga ikut rusak.
Pemulihan kerusakan terumbu karang bisa diatasi melalui Daerah Pelindungan Laut (DPL) yang melibatkan masyarakat secara utuh. DPL atau Marine Sanctuary adalah suatu kawasan laut yang terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan bakau, yang dikelola dan dilindungi secara hukum.
"Kawasan ini dilindungi secara permanen dari berbagai kegiatan pemanfaatan, kecuali untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas seperti snorkle atau menyelam," ujar Sonny Tasidjawa dari Wildlife Conservation Society (WCS) yang merupakan salah satu yang memprakarsai workshop.
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu wilayah dimana pengelolaan DPL bebasis masyarakat telah berlangsung lama. Potensi pembangunan kawasan konservasi perairan daerah yang berasal dari DPL di wilayah ini diperkirakan dapat mencapai luasan indikasi sebesar 65.000 hektar.
"Luasan itu tersebar di Kabupaten Minahasa Utara dan Minahasa Tenggara," tambah Sonny.
Sementara itu, Yudi Herdiana dari WCS juga menjelaskan bahwa sesuai dengan target yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006 di depan sidang pertemuan Convention of Biological Diversity, Indonesia menargetkan pengembangan kawasan konservasi perairan seluas 10 juta hektar pada 2010.
"Dan pada tahun 2020 ditagerkan seluas 20 juta hektar. Saat ini sudah tercapai 15.5 juta hektar," tambah Yudi.
Pengelolaan DPL yang benar diharapkan akan membantu percepatan pencapaian 20 juta hektar kawasan koservasi perairan tersebut, sehingga upaya penyelamatan kerusakan terumbu karang bisa segera teratasi.
SUMBER: KOMPAS .COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar