PPATK: Pelaku Pencucian Uang Bisa Lebih Buruk dari Cap PKI
PPATK: Pelaku Pencucian Uang Bisa Lebih Buruk dari Cap PKI
9A25 RINA RATNASARI
Liputan6.com, Jakarta : Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat korupsi di Indonesia semakin meluas.
Ada dua tindak pidana korupsi yang sering dilakukan, yakni suap menyuap
dan pencucian uang (money laundering).
"Korupsi di Indonesia
sampai saat ini mencapai angka 70 persen, betul-betul sudah meluas dan
harus diberantas tuntas," kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, saat
berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (2/2/2013).
Lebih lanjut,
Agus juga menjelaskan perbedaan yang diterima si pelaku apabila
melakukan suap atau melakukan pencucian uang. "Efek yang diterima itu
berbeda. Kalau suap itu yang kena dampak hanya si penerima dan pemberi.
Tapi, kalau pencucian uang dampak yang diterima lebih parah, kena si
pelaku pencucian aktif, pasif, dan fasilitator," terangnya.
Di
antara tindak suap menyuap dengan pencucian uang, menurut Agus, pelaku
pencucian uang dapat lebih menyedihkan, karena bisa menyeret anggota
keluarganya yang tidak bersalah.
"Di Indonesia para koruptor itu
seringkali mengunakan rekening istri dan anaknya. Jadi, jangan kaget
kalau bapaknya di LP Cipinang, ibunya di Pondok Bambu, lalu anaknya di
Tangerang. Seperti kasus Malinda Dee, dia pakai rekening adik dan
iparnya, jadi kena semua," jelasnya.
Nah, apabila pelaku
pencucian uang sampai menggunakan rekening anggota keluarganya, akibat
yang fatal akan diterimanya. "Kalau orang itu sampai pakai rekening
anaknya yang masih balita, misalnya. Itu langsung masuk ke data saya dan
dia sudah langsung di cap pelaku money laundering, walau masih balita.
Mereka inilah pelaku pasif," tegasnya.
Cap yang diterima oleh
pelaku pasif inilah yang nantinya dapat memberi efek yang lebih buruk
daripada efek cap PKI zaman orde baru.
"Kalau sudah dicap, bila
anak itu sudah dewasa, mau cari kerja dan melamar sebagai PNS, atau mau
kerja di BUMN atau BUMD, pejabat PPATK di masa depan langsung mencoret
namanya. Karena, dia sudah di cap pelaku money laundering. Bisa nangis
dan maki-maki makam bapaknya itu anak," imbuhnya.
Selain itu,
Agus heran dengan banyak orang yang masih mau melakukan tindak pidana
korupsi. "Ada 12 juta laporan per bulan yang masuk, jika saya mau cari
siapa yang melakukan transaksi besar-besaran dan mencurigakan, cuma
butuh 10 detik dari meja saya. Jadi, saya bingung dan heran, kenapa
masih ada yang berani korupsi," keluhnya.
Sumber:Liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar