Jumat, 01 Februari 2013

PPATK: Pelaku Pencucian Uang Bisa Lebih Buruk dari Cap PKI

PPATK: Pelaku Pencucian Uang Bisa Lebih Buruk dari Cap PKI

9A25 RINA RATNASARI 

PPATK: Pelaku Pencucian Uang Bisa Lebih Buruk dari Cap PKILiputan6.com, Jakarta : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat korupsi di Indonesia semakin meluas. Ada dua tindak pidana korupsi yang sering dilakukan, yakni suap menyuap dan pencucian uang (money laundering). 

"Korupsi di Indonesia sampai saat ini mencapai angka 70 persen, betul-betul sudah meluas dan harus diberantas tuntas," kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (2/2/2013). 

Lebih lanjut, Agus juga menjelaskan perbedaan yang diterima si pelaku apabila melakukan suap atau melakukan pencucian uang. "Efek yang diterima itu berbeda. Kalau suap itu yang kena dampak hanya si penerima dan pemberi. Tapi, kalau pencucian uang dampak yang diterima lebih parah, kena si pelaku pencucian aktif, pasif, dan fasilitator," terangnya.

Di antara tindak suap menyuap dengan pencucian uang, menurut Agus, pelaku pencucian uang dapat lebih menyedihkan, karena bisa menyeret anggota keluarganya yang tidak bersalah.

"Di Indonesia para koruptor itu seringkali mengunakan rekening istri dan anaknya. Jadi, jangan kaget kalau bapaknya di LP Cipinang, ibunya di Pondok Bambu, lalu anaknya di Tangerang. Seperti kasus Malinda Dee, dia pakai rekening adik dan iparnya, jadi kena semua," jelasnya.

Nah, apabila pelaku pencucian uang sampai menggunakan rekening anggota keluarganya, akibat yang fatal akan diterimanya. "Kalau orang itu sampai pakai rekening anaknya yang masih balita, misalnya. Itu langsung masuk ke data saya dan dia sudah langsung di cap pelaku money laundering, walau masih balita. Mereka inilah pelaku pasif," tegasnya.

Cap yang diterima oleh pelaku pasif inilah yang nantinya dapat memberi efek yang lebih buruk daripada efek cap PKI zaman orde baru.

"Kalau sudah dicap, bila anak itu sudah dewasa, mau cari kerja dan melamar sebagai PNS, atau mau kerja di BUMN atau BUMD, pejabat PPATK di masa depan langsung mencoret namanya. Karena, dia sudah di cap pelaku money laundering. Bisa nangis dan maki-maki makam bapaknya itu anak," imbuhnya.

Selain itu, Agus heran dengan banyak orang yang masih mau melakukan tindak pidana korupsi. "Ada 12 juta laporan per bulan yang masuk, jika saya mau cari siapa yang melakukan transaksi besar-besaran dan mencurigakan, cuma butuh 10 detik dari meja saya. Jadi, saya bingung dan heran, kenapa masih ada yang berani korupsi," keluhnya.  

 

Sumber:Liputan6.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar