Jumat, 01 Maret 2013

Kesulitan Legitimasi Kekuasaan China

Kesulitan Legitimasi Kekuasaan China

ELISAH 9C/12

Kesulitan Legitimasi Kekuasaan China Shutterstock Ilustrasi
Oleh: RENE L PATTIRADJAWANE

Pekan depan, Kongres Rakyat Nasional Ke-12 yang berfungsi sebagai lembaga legislatif di China bersidang. Mereka akan menetapkan anggaran belanja yang baru, melantik presiden dan perdana menteri baru, menetapkan kabinet baru, dan memberi landasan kebijakan bagi para pemimpin baru China untuk 10 tahun mendatang.

Keputusan kongres, yang dihadiri sekitar 3.000 anggota legislatif, ini menjadi tahap terakhir proses regenerasi kepemimpinan China. Mereka menempatkan generasi ke-5 pemerintahan komunis memimpin 1,3 miliar penduduk China.

Bagi sebagian pengamat China, proses legislatif yang dijalankan Kongres Rakyat Nasional (KRN) ini adalah sebuah panggung sandiwara yang sudah dijalankan puluhan tahun sejak kekuasaan Mao Zedong dan kawan-kawan. Kongres ini akan menetapkan Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC) Xi Jinping sebagai Presiden China menggantikan Hu Jintao.

Perubahan kepemimpinan dan nuansa politik di China berjalan seperti robot, tidak diwarnai perbedaan pendapat, tidak ada perdebatan umum pelaksanaan kebijakan pemerintah, yang berbeda dengan mekanisme demokrasi politik yang selama ini kita kenal. Sejak Kongres PKC Ke-18 tahun lalu, kita sudah mengetahui siapa yang akan menjadi presiden, perdana menteri, dan menteri-menteri dalam kabinet yang baru sesuai hierarki urutan kedudukan dalam Komite Tetap Politbiro PKC.

Bagi kepemimpinan generasi ke-5 yang baru dengan Xi Jinping sebagai inti, sebenarnya banyak sekali persoalan yang dihadapi.

Persoalan ini bertumpu pada bagaimana mempertahankan legitimasi kekuasaan komunis di tengah dua persoalan serius, yakni melemahnya pertumbuhan ekonomi—yang selama satu dekade terakhir berada pada rata-rata kisaran 10,5 persen—dan meluasnya komunitas masyarakat China pengguna jejaring internet, yang kini mencapai 564 juta orang melalui penambahan 51 juta orang tahun lalu.

Kinerja birokrat komunis China akan terus-menerus menjadi persoalan serius ketika korupsi sudah menjadi momok dan komunitas internet China lebih leluasa memberikan komentar mereka. Komunitas internet China sekarang menjadi alternatif baru yang mampu mendesak kekuasaan tertinggi PKC menghukum kader-kader mereka di seluruh negeri.

Simak saja laporan jurnal Fazhi Zuomo (Mingguan Hukum) yang menyebutkan, dalam kurun dua bulan, ada tiga pejabat tinggi daerah yang bunuh diri. Mereka adalah Qi Xiaolin, Wakil Sekretaris Biro Keamanan Publik Guangzhou; Zhang Wanxion, Wakil Ketua Pengadilan Provinsi Gansu; dan Ke Jianguo, yang menjabat Direktur pada Kejaksaan Rakyat Biro Antikorupsi Provinsi Sichuan.

Mingguan ini menyebutkan para pejabat ini berusia 45-56 tahun, bekerja di bidang hukum dan politik. Alasan bunuh diri ketiganya dinyatakan sebagai huan you yiyu zheng, menderita karena depresi klinis. Reaksi publik atas laporan ini ternyata sinis, antara lain yang termuat di salah satu situs web dengan komentar, ”Ni bu si, lingdao shi bu zhao a!” (Oi, kalian tidak mati, para pemimpin tidak bisa tidur).

Ini dilema generasi kelima China yang bisa kehilangan legitimasi kekuasaan ketika berbenah diri menjadi persoalan prioritas di tengah kesulitan laju pertumbuhan ekonomi. Di lingkungan regional, para pemimpin baru ini harus mempromosikan stabilitas Asia untuk memupuk pertumbuhan ekonomi China dan mencegah terjadinya eskalasi sentimen nasionalis radikal di dalam negeri. Sulit!
SUMBER: WWW.KOMPAS.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar