Kamis, 14 Februari 2013

Inkonsisten, Hakim Agung Imron cs Setuju Hukuman Mati untuk Andrew Chan


Inkonsisten, Hakim Agung Imron cs Setuju Hukuman Mati untuk Andrew Chan

9G31 SELLY MASELLA

Andi Saputra - detikNews
Hakim agung Imron Anwari (ari saputra/detikcom)
Jakarta - - Inkonsistensi pertimbangan soal hukuman mati kembali terungkap. Dalam perkara Hengki Gunawan, hakim agung Imron cs menganulir vonis mati dengan alasan melanggar UUD 1945. Tapi pada kasus lain, Imron cs mendukung hukuman mati karena sesuai UUD 1945. Mengapa Imron cs plinplan?

Seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Jumat (15/2/2013), vonis mati ini tetap diberlakukan kepada warga negara (WN) Australia, Andrew Chan atau yang biasa disebut sindikat Bali Nine. Sindikat ini terdiri dari sembilan warga Australia. Mereka ditangkap di Bandara Ngurah Rai pada 17 April 2005.

Pada 14 Februari 2006, PN Denpasar menjatuhkan vonis mati. Hukuman ini lalu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar pada 20 April 2006 dan kasasi pada 16 Agustus 2006. Andrew pun mengajukan peninjauan kembali (PK) tetapi MA bergeming. Tiga hakim agung yang memutus yaitu Imron Anwari, Suwardi dan Ahmad Yamani.

Dalam pertimbangannya, vonis PK tertanggal 10 Mei 2011 menyatakan hukuman mati sah dan berlaku di Indonesia seperti tertuang dalam halaman 95-96:

Walaupun pasal 28I ayat 1 UUD 1945 menyatakan hak hidup adalah hak asasi manusia yang paling mendasar dalam keadaan apa pun dan TAP MPR No XVII/MPR/1998 menyatakan bahwa hak asasi meliputi hak untuk hidup serta UU No 12/2005 tentang Pengesahan International Convenent on Civil and Political Rights (ICCPR/Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik), bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik di mana pada Bagian III PAsal 6 ayat 1 ICCPR menyatakan setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekar pada dirinya, hak ini wajib dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.

Akan tetapi ayat 2 ICCPR menyatakan di negara-negara yang belum menghapus hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius sesuai hukum yang berlaku pada saat dilakukan kejahatan tersebut

Bahwa hingga saat ini penerapan pidana mati dalam hukum positif Indonesia masih tetap dipertahankan di mana dalam hubungannya dengan perkara a quo.

Kejahatan yang dilakukan oleh Terdakwa adalah kejahatan yang serius yang merupakan kejahatan yag terorganisir dan bersifat internasional sehingga terhadap pelakunya dapat dijatuhi hukuman pidana mati.

Ternyata, pertimbangan ini dijilat sendiri oleh Imron Anwari cs, 3 bulan sesudahnya saat mengadili pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan. Imron menyatakan hukuman mati melanggar konstitusi sehingga menjadi alasan hukuman menjadi 15 tahun.

Duduk di kursi majelis hakim yaitu Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani.

"Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM. Dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun sesuai pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM, dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan hakim/putusan pengadilan," demikian putusan tertanggal 16 Agustus 2011 yang mengaanulir vonis mati menjadi 15 tahun.

Alasan vonis mati bertentangan dengan UUD 1945 juga dipakai Imron Anwari, Suwardi dan Timur Manurung saat menganulir vonis mati gembong narkoba Hillary K Chimize menjadi 12 tahun penjara di tingkat PK.

"Hukuman mati sangat bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 28 A UUD 1945 (setiap orang berhak hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya). Hukuman mati melanggar UU Pasal 1 ayat 1 jo Pasal 4 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)," demikian bunyi pertimbangan putusan 6 Oktober 2010 lalu ini.

"10 Declaration of Human Right article 3 yang berbunyi every one has the right of life, liberty and security of person yang artinya setiap orang berhak ata kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu," tambah pertimbangan PK dalam halaman 105.



Sumber : detik.com

1 komentar: